Hello!!
@agniasambara
, my old account—the one that I’ve used since 2011—got suspended by Twitter/X (for whatever reason that they don’t tell me!). Please follow me here if we’re friends/mutuals on
@agniasambara
.
Thank you!! 💚🧡
Anak-anak sakit dan meninggal dihargai 50-60 juta dan Mulyono sekeluarga bisa hidup bener-bener nyaman dan lavish.
Pemerintah Indo istg I’ll never forgive you all and I’ll bring this rage forever with me.
Anti serikat, anti kebebasan berekspresi, anti pemenuhan hak buruh, benci orang miskin, misoginis, seksis, homofobik, anti praktik politik demokratis, dan anak haram politik dinasti.
They will never make me like you.
gw pertama kali liat anak sialan ini pas dia tantrum jawab pertanyaan wartawan.
first impression gw ke dia, ni jamet tolol, selera hairstyle nya jelek banget.
gw tau lo itu brengsek, bran, tapi gw ga pernah nyangka lo sebrengsek ini, bajingan.
Marah banget karena ada diaspora Indo di US (w & partner w) harus nyari secondhand stroller di Facebook marketplace dan ketemu seller di parkiran Target biar dapet stroller murah dan ini dua orang bisa2nya baby stuff shopping di Cali dan beli Mima stroller?? In this economy??
Btw aku gabakal pernah bosen buat bilang ke orangtua dan calon orangtua kalo seksualitas dan identitas gender anak nggak bisa dikontrol/diubah orangtua. Kalo kamu tau bahwa kamu nggak akan bisa nerima ragam identitas anakmu, mendingan dipikirin ulang lagi rencana punya anak ini.
Bisa-bisanya ada yang bilang judgemental dan fasis religius karena postingan yang ini. Orang kita mau hati2 sama propaganda lgbt aja sama orang lgbt dibilang fasis religius. Aneh bgt sumpah, orang menjalankan kepercayaan agamanya kok dibilang fasis religi
Ada orang queer ngomong kalo komunitas LGBTQ+ gak punya tempat dalem agama Islam dan nyaranin buat cabut dari agama tsb diserang abis2an, tapi pas ada orang queer lain yg punya aspirasi untuk punya kelompok kajian khusus queer & trans tetep kena makian juga.
Make it make sense.
Keributan soal Imane Khalif ini nunjukkin kalo:
1. Banyak banget orang yang nggak bisa paham pendekatan saintifik soal jenis kelamin.
2. Kelompok transfobik yang bilang kalo ada definisi prinsipil pada kategori “perempuan” akan selalu kejebak di konstruk ideal soal perempuan.
Caregiver burnout itu satu hal—gua paham jadi caregiver pasti capek bgt dan lu butuh space untuk venting, tapi menakar “kelayakan hidup” orang lain krn kebermanfaatan & “fungsi hidup di dunia” mah pandangan yg ableist, pro-eugenik, dan genocide enabler bgt. Hitler must be proud.
boleh gasih negara ini punya hukum gitu, kalo anaknya terlahir disabilitas yang gapunya "kelayakan hidup" yang bagus di aborsi aja. maksud gue, apa yang lu dapet dari besarin sebuah beban moral dan materil yang sangat besar gitu.
We should normalize disclosing cops’ identities and not cropping their handle/hiding their name/etc.
Shaming cops (and the military) is always a good, moral, and ethical thing to do.
Saran gua mah jangan gampang percaya sama omongan & propaganda polisi yang bilang “kami juga mau demo” kayak gini. Kalo oknum polisi tsb emang punya nurani dan paham problem sistemik & struktural di institusi kepolisian, dia nggak bakal jadi polisi.
(1) Islam mengenal mukhannats, mutarajilla, & khuntsa
(2) mukhannats hadir sbg pelayan di ruang2 perempuan
(3) Hadits Sunan Abu Dawud 4928 bahas larangan membunuh mukhannats Muslim
Hanya krn Muslim dengan ragam gender/seksualitas unfamiliar buatmu, bukan berarti kami nggak ada.
Tugas muslim/muslimah semakin berat. Gue nangis bgt emang dunia udah setua ini ya bgst. Sampe ada queer yang bercadar. Bayangin ladies udah jelas2 tujuan tempat laki2 dan perempuan dipisah biar menghindari segala macam zina tapi lu sharing toilet/tempat wudhu dengan orang2 -c-
Aku sepakat banget sama twit ini buat ngomongin LGBTQ+ dan agama. Nggak ada yg salah dari queer yg religius, khususnya karena keimanan bukan hal yang bisa dipilih setiap orang secara sadar. Bagi banyak orang, keimanan hadir dari perasaan & perjumpaan sehari2 dengan hal2 ilahiah.
to me, queers who still hold on to religion and faith are beautiful, but queers who liberate themselves from religion is also beautiful. i support any path you choose cuz i know none of them are easy. i only hope there's always something you can hold on to, be it God or yourself.
Sebagai bagian dari komunitas LGBTQ+ yang 100% berpihak pd pembebasan Palestina, aku menolak keras framing
@MUIPusat
soal LGBT karena 3 hal:
1. Framing ini merawat narasi usang bhw komunitas LGBTQ+ pro-zionis. Nyatanya, ada banyak individu LGBTQ+ yg pro-Palestina & anti-genosida
>mengandung LGBT
lsrael aja ga ngakuin same-sex marriage (atau pernikahan antara non-Jewish dengan Jewish people), Zionis ngejekin LGBT karena di Amerika dan Eropa yang banyak pro-Palestina justru mereka.
Be fucking real with that sneak
She said nothing wrong wtf 😭😭
There’s a fine line between religious majoritarianism and religious fascism. We know that public regulation of “blasphemy” is a strong sign that we’re marching to *that* direction.
Seks aman adanya dalem relasi pernikahan tapi marital rape cuma akal-akalan aja??
Ya pantes aja kalo gitu mah seks dalem pernikahan jadi aman (buat pelaku dan enabler marital rape). 😭💀
Aku akan selalu ngulang poin yang dulu kusampein di akun lama:
Agama nggak akan bisa membebaskan komunitas LGBTQ+ dari opresi yang kita alami. Komunitas & allies bisa ngelakuin reparative reading sebanyak-banyaknya, tapi sejumlah ajaran agama akan selalu jadi cisheteronormatif.
Kang Emil di Mata Najwa:
"Nanti ada psikolog keliling, agar nanti orang bisa menyalurkan amarahnya, nanti orang yg biasa marah kena macet bisa punya temen ngomong"
Bjir orang marah karena macet yg mau dikasih intervensi "biar gak marahnya" bukan macetnya yg diatasi. Surem.
Aku nggak peduli manhaj dan mazhab kalian apa, tapi kalo tradisi tekstual agama dipake untuk komplisit pada kezaliman penguasa dan meredam kemarahan masyarakat (yang 100% valid), kalian cuma mengkhianati khittah Islam sebagai agama pembebasan.
Anak nggak akan pernah bisa milih siapa orangtuanya, tapi orangtua selalu bisa coba belajar untuk mastiin anaknya (khususnya anak dengan identitas gender dan/atau seksualitas yg beragam) nggak dapet penolakan dan kekerasan dari orangtua dan keluarganya.
Sepakat sama seantero twit ini soal akademia US nggak dibangun di atas meritokrasi & ivies nggak asing dgn keluarga oligark. Yang kita lakuin skrg (mass email kampus & prof, callout student orgs, tag akun resmi, dst) bisa dilanjut terus untuk mastiin akademisi2 ini uncomfortable.
i saw people in the TL emailing penn to rescind erina gudono’s student status. great, but also a reminder that these institutions not only harbor but also train oligarchs outside of the western world! there’s a reason the berkeley mafia is called the berkeley mafia
3. Bukan cuma temen2 trans yang akan kena imbas transfobia. Temen2 perempuan cis yang nggak sesuai dengan konstruk ideal femininitas juga bisa kena dampak transfobia.
4. Masyarakat Indo gampang banget membeo talking points kelompok konservatif & transfobik US.
Satu hal yang menurutku harus diinget temen2 queer Twitter adalah “queer culture” (whatever that means) nggak akan pernah monolitik, nggak bisa direduksi jadi satu bentuk “culture” yang otentik, dan selalu penuh dengan hibriditas & transkulturasi.
Aku ngomong gini sebagai seorang queer yang dulu tumbuh di keluarga cishet, dan aku tau ada banyak temen-temen LGBTQ+ yang sampe sekarang ngeliat keluarga mereka sebagai momok utama soal penolakan dan kekerasan.
@ibamarief
A “nicely paying postgrad job” doesn’t mean much when my family & communities have to live under constant precarity & injustice daily.
If you have the energy to comment on trivial subjects like my tweet, perhaps you can spend your time to actually “track political news” instead?
Nanti kalo ada individu/kelompok LGBTQ+ yang bikin kajian, tafsir alternatif, pesantren, dst dengan pendekatan yg ramah queer malah diserang, dibubarin, dilabel sebagai penista agama, ditolak oleh ortodoksi agama, dst.
Harus diinget kalo nggak semua orang yang anti-trans itu TERF.
Seenggaknya di konteks Indo, ada banyak orang yang transfobik dan transfobia mereka nggak berangkat dari stance politik/ideologis mereka sebagai feminis radikal.
Nggak sekali dua kali penolakan umat Islam dilakuin ke komunitas LGBTQ+ yang pengen bangun ruang beriman dan berislam. Ponpes Al-Fatah diserang FJI taun 2016. Diskusi Irshad Manji taun 2012 diserang FPI. Aktor2 intelektual queer Muslim kredibilitasnya diserang berkali2.
Realita bahwa gas air mata ilegal dipake di konteks perang tapi bisa dipake untuk nargetin civilians di konteks sehari2 (plus adanya pembelaan tolol dari polisi kayak gini) bakal selalu jadi nggak masuk akal buat gua.
We cannot reform this.
#DaruratKekerasanAparat
Berhubung marah2 ybs ini dilakuin di ruang publik & secara umum diaddress utk semua orang yg gapunya “kelayakan hidup” (whatever that means), gua bakal ngeliat twit ini bukan cuma sbg keluh-kesah caregiver aja, tapi emg sentimen negatif ke difabel & orang dengan penyakit kronis.
Aku lagi bolak-balik baca 2 buku ini, & kita bisa punya obrolan panjang ttg pendekatan literalis & kontekstualis ke Qur’an, absolutisme epistemologis, dan konteks sejarah Qur’an, tapi most likely bakal banyak org ngomong soal blasphemy & scholars orientalis yg nggak otoritatif.
Ya kalo rujukannya ke PFOX, wajar dapet argumen bahwa homoseksualitas itu sepenuhnya persoalan nurture. PFOX ini organisasi yang emang ada di lini gerakan eks-gay dan deket banget ke praktik2 terapi konversi di US.
Kalo komunitas LGBTQ+ punya PFLAG, gerakan ex-gay punya PFOX.
Di saat yg sama, aku bisa sepenuhnya paham kalo temen2 LGBTQ+ memutuskan ninggalin institusi agama, karena memang harus diakui kalo institusi agama sering banget jadi pelaku & perawat kekerasan untuk individu dengan ragam gender & seksualitas beragam.
Pesan ini berlaku juga untuk temen2 mahasiswa di Indo: Kalo ada artikel akademik yang nggak bisa diakses karena paywall, nggak usah ragu untuk coba akses artikel tsb dari scihub. Penulis artikelnya juga nggak bakal rugi karena akademisi nggak dapet profit dari publikasi artikel.
Agree to disagree pas lagi ada perbedaan pendapat tuh masuk akal di hal-hal non-prinsipil kayak preferensi makanan, hobi, selera tontonan, dst.
Persoalan yang faktual dan jelas kayak genosida nggak bisa ditanggepin kayak gini. Twit ini komplisit pada genosida yang lagi terjadi.
3. Aku paham posisi MUI sbg lembaga ortodoksi Sunni di Indonesia, dan MUI tentu punya preseden homofobik & transfobik (e.g., Fatwa 1997 & 2014 soal waria, gay, & lesbi), tapi perjuangan pembebasan Palestina harusnya nggak jadi tempat MUI untuk masukin agenda pribadi. 🙏🏽
Exactly. Kita bisa mengutuk brutalitas aparat tanpa bilang warga yg kena efek gas air mata di lapangan “nggak salah apa-apa” karena massa aksi yg nuntut hak mereka & ngeluapin kemarahan ke negara juga warga negara, nggak salah apa-apa, dan lagi make hak mereka sbg warga negara.
Sebenernya ga begitu suka pembedaan antara massa aksi dan warga. Orang yang turun ke jalan juga warga. Mereka sama ga berdosanya sama korban2 kekerasan aparat lainnya. Masa menuntut hak dianggap salah, jadi pantes kena teargas, ga gitu dong.
My counterpoint is there’s actually A LOT of LGBTQ+ communities and enclaves beyond the urban, middle-class, and Java-centric settings that have their own particularities & distinctiveness.
we've been so disconnected with our own community that we genuinely don't have our own local queer culture that screams "Indonesia" anymore, queers who are under 40 (myself included) are basically just carbon copies of western queers
2. Dengan mengkambinghitamkan komunitas LGBTQ+ di framing ini, MUI tidak hanya mencederai komunitas LGBTQ+ di Palestina & diaspora Palestina, tapi juga komunitas LGBTQ+ di Indonesia—yang selama ini juga seringkali menggaungkan narasi2 pro-Palestina.
Penting juga digarisbawahi bahwa Israel pun bukan “satu-satunya negara yg aman untuk LGBTQ+ di MENA.” Narasi ini justru berangkat dari upaya pinkwashing Israel yang nyatanya juga sangat homofobik, transfobik, dan heteronormatif.
Bukunya bagus!! Penting banget emang buat anak untuk dapet pengetahuan tentang kekerasan seksual karena kita (termasuk di usia anak) sering nggak punya kosakata untuk ngejelasin pengalaman yang kita alami, & jadinya kita nggak sepenuhnya paham kalo yg kita alami adalah kekerasan.
Diinget-inget sekarang, waktu SD tuh banyak banget pelecehan tapi kitanya gak sadar 🥲
Ngangkat rok, narikin tali bra/miniset, pasang kaca di sepatu biar bisa lihat celana dalem anak cewek, dan kita gak. tau. harus. apa. 🙂
So please adik-adiknya dikasih buku ini ya—
Dengan kata lain, dalam upaya MUI untuk melawan zionisme, genosida, dan kolonialisme Israel, MUI justru terlibat juga di tindakan-tindakan fasis yg mencederai & menyerang komunitas LGBTQ+.
Baru baca thread calon dosen marah-marah karena ketipu joki jurnal Sinta 2 yg artikelnya mo dia pake buat pendaftaran dosen lmaooooo it’s so over for us.
I can’t believe I have to say this to my twitter mutuals but shoving queer & trans people into the closet and saying stuff like “segregation is good actually” or “holy rules are, well, holy” is not a queer-affirming stance you might think it is.
Hari-hari kayak gini sering banget bikin w gemes dan capek ngomongin Islam dan queerness lol pengen ganti haluan aja jadi akun buat ngomongin parenting dan resep mpasi buat bayi & batita.
Tentu pemerataan psikolog & konselor yg aksesibel & affordable penting banget untuk pemenuhan kebutuhan kita soal kesehatan jiwa, tapi mau konseling 1000 kali kalo root causenya nggak diaddress ya nggak bakal kemana2.
Jadi ya emang baiknya kita acknowledge aja kalo “queer culture” bisa ngerujuk ke queer nightlife, hookup culture, liqo di masjid, ngeriung di teras rumah diem2, ngeber di public place, ngumpul di alun2 dan kota tua, organize mutual aid & collective care, dateng protes, dst.
@kudouw
Paham kok. Publikasi saya di Indo juga ada di jurnal Sinta 2, jadi saya tahu prosesnya gimana. Mentalitas “butuh cepet” dan manajemen waktu ini yang justru perlu diaddress juga sebagai calon dosen.
Intinya: (1) kalo ngomongin “queer culture,” liat lagi poinku yg awal banget; dan (2) apapun yg bisa ngasih solace, peacefulness, dan joy menurutku mah diembrace aja. Hal2 non-prinsipil yg harmless gini semoga nggak nambah bikin divide di komunitas. Remember who our enemies are.
Capek banget jadi orang Indo yang lagi tinggal di US karena setaun ini ngeliat medsos yang dibahas orang-orang soal lesser evil mulu.
Nggak pilpres Indo nggak US election semuanya narasinya sama aja. 💀💀
Kayaknya pencapaianku yg paling bikin seneng dan bangga adalah aku berhasil nemuin temen2 queer dan trans yang beneran bisa kusebut sebagai temen dan komunitas setelah bertaun2 kupikir aku nggak bener2 punya temen2 queer ehehe. You know who you are and i love you all so much.😭💜
Follow up Mas DA dan quote Harvey Milk:
Mau tau dong pencapaian temen2 LGBT semua di sini!
Baik yg masih discreet/pk akun alter atau yg udah out, flaunt what you’re proud of about yourself and/or your achievements di reply/quote
I’ll try to retweet and appreciate everyone!!!
“Boleh cepu gak sih?”
Ya enggak boleh dong gimana sih?? Adek lu umurnya udah di atas 19 taun, most likely ngerti soal aktivitas seks aman, dan lu sebagai sodara malah mau cepuin ke keluarga?? 🥲😭
boleh cepu gak sih? soalnya tadi pagi jam 8nan, gue di suruh nyapu sama ibu, berhubung kamar adek gue berantakan kaga di kunci, akhirnya sekalian kamar adek gue,gue bersihin juga,alhasil nemu beginian anjenggg
Kalo kita ngomongin di level individual, tentu bentuk “queer culture” ini bisa beragam banget. Queer ppl yang liqo di mesjid mungkin nggak ke club, dan temen2 queer yg nemuin solace & komunitas di nightlife settings mungkin ngeliat institusi agama sbg selalu cisheteronormatif.
Idk who you are (gay men included) but if you do this, you’re a horrible person.
Some of you never move on from pederasty and proudly tweet fucked-up stuff like this. Ancient Romans and Persians might be proud of this pedophilic behavior, but we’ll call you out for this shit.
Gua yang nggak kerja di bidang kesehatan aja paham kalo prinsip ‘do no harm’ itu harus selalu dikedepanin di praktik & layanan kesehatan.
Loh ini kok bisa ada nakes yang keliatan banget nggak mikirin well-being pasiennya yang jelas-jelas perempuan hamil di usia anak??
Seneng banget karena hari ini
@tukangmikwir
mampir ke kelas onlineku buat jadi dosen tamu!! Makasih banyak ya gan karena udah sharing riset u dan ngobrol-ngobrol bareng murid-murid di kelas w soal moral panic dan public feelings. 💚💚
Tapi juga tentu ada manteman queer & trans yang solat dan pengajian bareng di siang hari terus ikutan pageant di queer bar malem harinya, atau temen2 yg ikut aksi depan DPR terus ke gay bathhouse buat hookup rame2. Persilangan2 kayak gini akan selalu ada.
Konflik dan kekerasan nggak **selalu** bermula dan berakhir di negara, dan solusi untuk konflik horizontal etc nggak sesederhana regulasi dan perlindungan negara untuk kelompok minoritas.
Ngeliat postingan anak2 FISIP jaman sekarang soal PSAK jadi keingetan waktu jadi panitia PSAK 2013 & 2014. Sampe sekarang bersyukur banget karena dulu gua memutuskan ikutan kepanitiaan ini—yang jadinya beneran jadi salah satu defining moment(s) buat memori perkuliahan gua dulu 😭
Anak selalu jadi tanggung jawab kolektif!
Kalo twit ini konteksnya soal pendidikan, inget bahwa negara punya tanggung jawab soal penyediaan pendidikan untuk semua.
Kalo konteks twit ini lebih luas, kesalahan pertama twit ini ada di pandangan kalo anak = tanggung jawab pribadi.
Anak itu tanggung jawab pribadi. Kalau gk bsa membiayai anak sendiri dengan baik termasuk pendidikan. Jgn salahkan pihak manapun. Pihak luar itu cuma memberikan bantuan. Dikasih keringanan bagus, gk yud.
Jgn pernah melempar tanggung jawab atas anak ke pihak2 lain.
@rarasekar
@Marliana_vtsr
Btw aku mo rekomendasi soal pendekatan antropologis soal klenikmaxxing di ranah politik Indo ya: Bukunya Nils Bubandt yg soal politics of spirit bisa jadi pengantar yg baik untuk topik ini!
Seharian penuh presentasi di konferensi, ngajar kelas, dan jadi penguji skripsi mahasiswa S1. Gabakal bisa pasti ngelaluin hari ini tanpa Ponyon yang beneran hands-on banyak kerjaan di rumah hari ini. Ponyon kamu gabakal kutag krn aku tau ini corny buatmu but I love you forever.
I *might* be wrong but there’s nothing inherently wrong here. I agree with people who said that there’s a generational context here, & how LGBTQ+ folks navigate heteronormativity is not a monolith.
Perhaps this is our *collective* reminder to choose our struggle?
Well seenggaknya kita jadi tau circle “masyarakat” sekitar TKN gimana. Ini vibenya mirip banget sama seleb2 di out of touch yg nggak tau harga bahan makanan pokok sehari2 dan harga yg mereka tebak bisa 4-5 harga asli. 🙂
Aku sebenernya seantero pride month ini pengen bahas sejumlah buku soal LGBTQ+ dan ragam gender & seksualitas yang kayaknya asik dan penting buat dibaca, tapi 100% yakin bakal angot2an karena bosen ngetwit kayak thread soal buku kajian Islam pas bulan Ramadhan di akun lama 😭
Aku berenti ngerokok dan mulai vaping taun 2019, terus sempet ngalamin pembengkakan dinding jantung dan jadinya pake nicotine gum bertaun-taun. Taun 2023 berenti total karena exposure ke nikotin bisa naikin risiko SIDS di bayi dan aku setakut itu sama SIDS huhu.
Respek untuk semua pejuang berhenti merokok. Kalau bisa langsung putus begini alias "cold turkey" bagus. Kalau bisanya mengurangi perlahan, juga bagus. Kalau perlu bantuan nicotine patch, juga bagus. Yang penting bisa berhenti, dan bisa dipertahankan.
🎙️Diskusi di Space Twitter Bersama Orang Muda!
Dalam rangka memperingati Bulan Kebanggaan 2024, Inti Muda Indonesia akan melakukan diskusi online di platform Twitter/X
@intimudaindo
bersama Kak
@arisdogonzalez
dan Kak
@queerimpasse
dengan topik:
✨Makna Pride Month bagi Queer
Itu kondom diambil paksa atau dicepuin ke orangtua nggak bakal bikin adek lu berhenti ngelakuin aktivitas seksual. Either adek lu bisa beli lagi (yg mana adalah hal baik!!), atau aktivitas seksual yang si adek lakuin jadinya nggak aman dan ningkatin risiko KTD dan IMS.
Precisely karena anak nggak bisa kasih persetujuan untuk aktivitas seksual, setiap kasus kehamilan anak harus dipahami sebagai kekerasan pada anak. Udah jelas banget kalo negara abai pada pemenuhan HKSR anak. Nah ini sekarang nakesnya malah extending harm?? 💀💀💀
what do you mean that I have to lay out what kind of research that I wanna do in the next 20 years?? I didn't even know that I'd research Islam and sexuality 5 years ago............. Job apps are really the bane of my existence.
W nggak bilang kalo regulasi negara bukan hal yg penting, tapi sejumlah “konflik horizontal” mensyaratkan kita untuk ngeliat free-floating sentimen afektif yang kehadirannya bisa jadi independen pada regulasi xyz dari institusi negara.
SE Asia is connected by 5 things: rice, rural provincial gay boys, campy pageant queens, a deep fear of ghosts due to the region being so haunted and endless petty corruption as daily inconveniences
@kudouw
Jadi joki publish ini semacam calo yang mempercepat proses publikasi ya? Terus ngerjain revisian setelah peer-review tapi nggak bikin artikel dari nol? Atau malah bisa meniadakan proses peer-review?
Gua lagi baca bahasan (alm.) Shahab Ahmed soal Islamic pre-text yang dia definisiin sebagai the whole world of the unseen yg jadi basis wahyu.
Whatever it is that he smoked, I want it.
Allah says in the Quran, to kill one innocent person is to kill all of mankind. But to kill a besieged, occupied, quadruple-displaced, starved, injured people... how are we to comprehend the scale of evil? How many more Gazans need to be massacred until the whole world rises up?!