ㅤ
“Hey, Hessa?” suaranya terdengar ragu. “Ini Janu—sorry, I don't know if you still speak Indonesian or not, or if you remember me as well, but just to be sure, I'm Januar. Your Mom's friend's son. Tante Riani... remember? Does it ring a bell? I hope so.”
ㅤ
ㅤ
“Lagian kamu 'kan juga udah bantu aku antar jemput kayak gini. Apa menurutmu sebaiknya aku cari orang aja, Ai?” tatapannya jatuh pada sisi wajah Hessa yang sibuk berfokus pada jalanan. Garis tipis ia tarik pada bibirnya, membentuk senyum dengan pandangan penuh kagum.
ㅤ
ㅤ
VIER.: Hello, all interactions will be replied soon (both DMs and mentions). I’m in a current state of exhaustion so I might find it hard to reply to everything all at once. Please wait. Thank you. 🙌🏻
ㅤ
ㅤ
“why so sudden? Was it your decision or your father's?”
Beberapa detik, Adrian bungkam, dan Januar meruntuki pertanyaannya barusan. “My father's, of course. Makanya aku engga punya banyak waktu, sebentar lagi aku berangkat. I need to say goodbye to you.”
ㅤ
ㅤ
Alih-alih mendapat respon balasan, yang Januar dengar hanya isak tangis yang lagi-lagi terendam. Seolah Helsa sibuk menyembunyikannya dari Januar—tapi rungunya terlewat peka, dan ia dengar semuanya dengan jelas.
ㅤ
️️
ㅤ
️️
ㅤ
️️
Hai 911-ku,
@Purasakara
, selamat 30 hari bersama. Terima kasih sudah menjadi sosok pacar dan teman yang begitu hebat, terima kasih untuk selalu ada dan berjalan bersamaku, sayang.
️️
ㅤ
️️
ㅤ
️️
ㅤ
yang berusaha ia telan bulat-bulat.
Menit berlalu dengan sunyi yang menyelimuti, keduanya sampai di mobil Adrian yang—tentu saja—sudah berganti. Adrian terasa dekat dan asing di waktu bersamaan, seolah bisa ia gapai dan juga mustahil untuk ia raih.
Semuanya asing.
ㅤ
ㅤ
Hatinya mencelos. Kini gambar kekhawatiran dan rasa panik Helsa terasa begitu jelas. Januar mengacak surainya dengan acak, turut merasa frustasi. Di sebrang sana, Helsa masih sibuk menangis. Kasihan betul, pasti si gadis Danuwarsa itu kelimpungan
ㅤ
ㅤ
berhenti hubungi kamu siapa? Even worse, you begged me to act like I never knew you when in fact I remember everything about you. You were like a map of a too familiar road, but now I feel like I don't recognize you anymore. What happened?”
ㅤ
@GUlTARTS
ㅤ
: It's not butterflies anymore, it's a whole damn zoo in my stomach. All of it because of YOU! Hahaha, thank you for everything ya, Ai. The journey has begun, and we shall hold hands even tighter. (人*´∀`)。*゚+
ㅤ
ㅤ
Nadeshiko, aku minta maaf malam ini tidak berjalan sesuai rencana dan harapanmu, atau kita. Aku harus ke rumah sakit dan ternyata keluargaku memberikanku kejutan, yang mana tidak aku duga sebelumnya karena aku pikir Misaki sedang buruk kondisinya.
ㅤ
ㅤ
lagi-lagi ia harus relakan ketenangan diri tatkala salah satu sosok dari masa lalunya memutuskan untuk datang menghampiri, meski sudah susah payah ia hindari.
Januar meringis, gagal berulang kali saat berusaha menangis. Satu botol yang ia pilih
ㅤ
ㅤ
Message —— from:
Mas Ian.
: You’ve been ignoring my messages.
: Daru told me you just arrived from Swiss and your assistant is on his day off?
: Can I pick you up and take you somewhere so we can talk? Please?
ㅤ
@GUlTARTS
ㅤ
Message —— sent to:
Hessa (bocah emo.)
✓ Kamu udah mulai minum apa gimana, sih...
✓ Be careful. It's late at night, so many weird people outside. Masih jauh tempatnya?
ㅤ
ㅤ
Ditatapnya raut muka itu, penuh nestapa dan jelas merana. Ini bukan tentang ia yang segan menolak Hessa datang. Januar menerimanya cuma-cuma sebab khawatir yang terus mengusik dirinya. Malam itu pikirannya dipenuhi oleh si sulung Danuwarsa,
ㅤ
ㅤ
Dan kini, ketika aku melihat seorang Nadeshiko yang sedang duduk di bawah pohon buah persik seorang diri, aku tersadar akan satu hal dan aku ingin langsung mengakuinya pada Semesta;
bahwa nyatanya... selama ini aku telah jatuh cinta pada Yagi Nadeshiko.
ㅤ
ㅤ
Aku menatapnya takut, hanya bisa mengangguk patuh demi menjaga nama baikku. Ini bukan lagi tentang bagaimana membersihkan namaku di mata publik, ini tentang hutang penjelasanku pada keluarga yang buatku kian merasa kecil di hadapan pria itu.
ㅤ
ㅤ
Sore itu, sengaja ia habiskan waktunya berlama-lama di studio pribadi yang terletak di tokonya. Ia memang sengaja membangun dua ruang studio berbeda, satu dipakai untuk para pengrajin lain serta digunakan apabila kelas 𝘱𝘰𝘵𝘵𝘦𝘳𝘺 dibuka, sedang satunya hanya untuk
ㅤ
ㅤ
buat Januar jatuh sedalam-dalamnya pada pesona Adrian pertama kali.
Kuasanya masih enggan melepaskan koper tersebut, berusaha memahami keadaan yang kini menimpanya. “What—uh...” ia kehabisan kata, tapi matanya tanpa malu terus memandang sang wira.
ㅤ
ㅤ
“Ibu?” tanyanya ulang. Dipandangnya Arimbi dengan penuh tanya, lantas menyadari beliau adalah sosok yang selama ini terus menanyakan kabar sejak meninggalnya Riani tahun lalu. Arimbi tahu Januar butuh sosok pengganti Mama, dan satu hal
ㅤ
ㅤ
HAAAAPPY BIRTHDAY
@DESTFRUCTION
!! 🥳⭐
I brought you some gifts. Ini hadiahnya beda dari yang lain, semoga suka hadiahnya (HARUS LAH!!!). Anyway, hari ini minta ditraktir Mas Wiryang makanan enak, ya. Harus. 🌹
ㅤ
ㅤ
Puluhan ucapan ia terima, dari yang dekat dan jauh, semua ia dapatkan. Tapi entah mengapa, ada yang tak lengkap dirasa. Januar terus mencari, berusaha melengkapi potongan puzzle yang tak kunjung ia temui.
Apa? Apa yang belum ia dapatkan hari ini? Benaknya terus
ㅤ
ㅤ
Kini Adrian sepenuhnya menatapnya, dengan sorot mata yang berhasil buatnya kian terkejut. Setelah nyaris setahun dua tahun tak bertemu, perubahan Adrian yang Januar sadari adalah bagaimana emosinya sedikit banyak bergejolak dan menguasai dirinya sendiri.
ㅤ
ㅤ
“Ngejaga kamu itu sudah jadi salah satu cara untuk Ibu terima kasih banyak-banyak ke Mama kamu, Nu. Beliau orang baik, dan kamu banyak ingatkan Ibu sama beliau. Mirip banget kalian; dari senyumnya, ketawanya, nada bicaranya juga.”
ㅤ
@GUlTARTS
ㅤ
Netranya hanya sibuk memandangi bangunan-bangunan di sisi jalan selepas kendaraan itu melaju pulang. Ada susunan memori yang tersimpan jauh di dalam sana, tentang Mama yang banyak tinggalkan jejak hidupnya di kota Yogyakarta dan seringkali mengajak Januar
ㅤ
ㅤ
tombol sambungan untuk kelima kalinya.
Sudah lama memang Januar bertemu dengan Hessa. Saat itu Hessa masih sangat kecil, mungkin seusia lima tahun dan Januar tujuh tahun. Setelah itu, keduanya sudah tidak pernah lagi bertemu. Januar hanya sering dengar kabar Hessa
ㅤ
⠀⠀
⠀⠀⠀⠀⠀ ⊰ ͙ ❛ 𝗢𝗡𝗟𝗜𝗡𝗘 𝗡𝗘𝗪𝗦:
⠀
: Terjadi pertikaian antara mahasiswa GIS dan HIA di kolom komentar cuitan di bawah ini. Praduga sementara adalah pertikaian dipicu oleh masalah percintaan dan menyerang laki-laki yang diduga nggak balikan-balikan. 🙏
ㅤ
ㅤ
: Misi. Seluruh interaksi baik mentioned dan DM akan dibalas besok secara bertahap karena energi saya nol besar dan mengejar deadline plot supaya bisa ikut challenge plot terus kaya raya.
ㅤ
ㅤ
“Aku engga mau ke tempat publik.” pinta Januar tiba-tiba, tak peduli dengan Adrian yang masih sibuk menyetir kendaraannya dan terfokus pada jalanan di hadapan. “Kenapa?”
“Ngga. Kita di mobil aja. Ngobrol di sini 'kan bisa. Aku ngga mau di ruang publik. Takut.”
ㅤ
ㅤ
“Mas, hari ini Mas banyak diem, tau. Banyak ngelamun, bolak-balik mantau ponsel. Lagi banyak pikiran 'kah?” Januar terdiam, masih sibuk memindahkan hasil masakannya ke atas piring merah tersebut. Ia mengendikkan bahunya, menganggap itu sebagai respon yang cukup.
ㅤ
ㅤ
dengan korban berbeda. Bisa-bisa dikurung oleh Ayunda, jeda bersosialisasi selama dua minggu penuh untuk menurunkan pamor.
“Kangen masakan Tante Arimbi, deh. Masakan beliau tuh mirip masakan Mama.” jawab Januar dengan senyum tipis di bibir. Ah, rindunya kian berat, sampai
ㅤ
ㅤ
datang. Aku baru sampai ke sini pukul setengah sembilan malam, wajar kalau kamu sudah pulang.
Semoga kamu sampai ke rumahmu dengan selamat dan baik-baik saja. Kapan-kapan aku akan menebus kesalahanku ini.
ㅤ
ㅤ
“Kalau enggak mau, buat aku aja. Soalnya lucu.” gumamnya, diimbangi tawa. “Okay, terakhir. Katanya masih suka buat lagu 'kan?”
“Here,” ia berikan satu buku, sengaja dibuat sedemikian rupa. “Actually you can use it for anything...”
ㅤ
ㅤ
Ia menghela napas, kini mendudukkan dirinya. Januar tidak melakukan apapun pada panggilan yang berakhir sama; tidak diangkat, tidak bisa dihubungi.
Pemuda Mahija itu menggigit ibu jarinya atas rasa frustasi, mendengar bagaimana sistem panggilan itu
ㅤ
ㅤ
sementara dirinya baru saja memberi selembaran uang yang ditukar dengan makanan ringan yang sudah di tangan.
“Makasih, Bu.” ujar Januar lembut, mengulum senyum sebelum nyaris serta-merta melangkah pergi untuk kembali ke mobil
ㅤ
ㅤ
Sedikit banyak ia bingung kala percakapan itu muncul begitu saja. Januar tanpa sepenuhnya fokus mulai mengambil sedikit porsi nasi goreng yang tersaji, lalu mengambil duduk di sebelah Endaru.
Atensinya nihil, pikirannya berserakan, Januar sepenuhnya dibuat bingung
ㅤ
ㅤ
Lantas ia menyerah, mengikuti kemauan Adrian dan duduk mengisi sisi penumpang sebelah pengemudi. Dengan sabuk pengaman yang tak lagi Adrian pakaikan, Januar menatap lurus ke depan. Masih waspada akan sekitarnya. 𝘐'𝘮 𝘴𝘤𝘢𝘳𝘦𝘥, batinnya berulang kali.
ㅤ
ㅤ
Menit demi menit berlalu, entah sudah berapa banyak panggilan darinya masuk ke ponsel yang lebih muda. Januar menaruh kuasanya pada kening, tatapannya jelas betul tampak bingung. Pikirannya hanya berjalan menelusuri tiap-tiap kemungkinan yang bisa terjadi pada
ㅤ
ㅤ
I miss my mother. I used to lay my head on her lap and let her caress my hair while I whined about anything. “Kasihan anak Mama, kepalanya berat, ya?”
I think I would never understand why God took her away from me. Even if He told me Himself, I still wouldn't understand.
ㅤ
ㅤ
Tapi ucapannya masih ditunggu. Ucapan dari seorang kawan kecil, yang belakangan ini kembali berlabuh pada hidupnya yang nyaris penuh pilu.
“𝘞𝘩𝘢𝘵’𝘴 𝘺𝘰𝘶𝘳𝘴?”
“𝘐 𝘭𝘪𝘬𝘦 𝘵𝘩𝘦 𝘤𝘰𝘭𝘰𝘳 𝘳𝘦𝘥.”
“𝘏𝘰𝘸 𝘤𝘢𝘯 𝘺𝘰𝘶 𝘭𝘪𝘬𝘦 𝘳𝘦𝘥, 𝘏𝘦𝘴𝘴𝘢?! 𝘠𝘶𝘤𝘬!”
ㅤ
ㅤ
Hessa, tapi semua berakhir ke satu kemungkinan buruk yang sama.
Januar segera menggelengkan kepala, mengusir pikiran jelek yang mengusik benaknya sedari tadi. Kini ia sudah di panggilan kesekian, optimisnya mulai pudar bersamaan waktu yang bergulir terus.
ㅤ
ㅤ
“Ai.” panggilnya pelan, “aku suka wangimu banget deh. Nanti pulang aku pakai jaketmu boleh, ya?” tentu dengan senjata andalannya, memunculkan binar pada mata bobanya.
:
@GUlTARTS
.
ㅤ
@HAVENSCLAlRE
ㅤ
A heavy sighed exited his lips, “Nooo. I have to fly back home tomorrow since there are some things to work on... what about you, C?”
ㅤ
ㅤ
“And look at these,” Endaru menunjuk piring dan gelas yang dipakai oleh kakaknya sendiri, “you’ve been obsessed with the color you hate the most. I saw you painted your ceramics with a bunch of red colors, too. You never liked the color red.”
ㅤ
ㅤ
dahinya berkerut, menyadari suara Helsa yang bergetar dan isakkan yang terendam.
“Lho, kenapa, Sa? Boleh, boleh. Kamu kenapa? Nangis 'kah?” tidak dapat dipungkiri ada rasa panik yang turut hadir, seolah bersembunyi di balik kata yang terucap. Januar mendudukkan dirinya
ㅤ
ㅤ
buatnya semakin terenyuh untuk membantu. Ia berdeham pelan, berusaha menjadi sosok yang lebih dewasa sebagaimana aslinya di percakapan tersebut. Ini bukan waktunya untuk turut bersedih, Januar.
Salah satu harus jadi optimisnya, kalau yang lain tengah jadi pesimisnya.
ㅤ
ㅤ
: Contoh anak Gakema yang sepanjang masa kuliahnya selalu memperhatikan materi: jadi bisa ngejelasin secara detial dan ringkas tentang salah satu olahraga kompleks ke adik tingkatnya.
ㅤ
ㅤ
Pikirannya hanya berputar pada probabilitas kabar yang dibawa melalui panggilan tersebut—yang buat Januar jadi banyak bingung harus bersikap seperti apa. Tapi yang jelas, makanan yang semula hangat, berubah dingin nyaris tak tersentuh. Sengaja disimpan, barangkali
ㅤ
ㅤ
terdengar. Januar nyaris serta-merta menoleh menatap Arimbi, menerima gelas tersebut dengan ucapan terima kasih di mulut.
“Ibu duduk di sini boleh?” anggukan diberi, senyum simpul ia ukir dengan manis di bibir. Arimbi segera duduk, namun sengaja tak bersuara
ㅤ
ㅤ
permintaan Mamanya untuk menjaga silahturahmi.
“Sehat, Kak. Um, tapi... aku boleh m—minta tolong?” Januar segera menaruh apron di atas mejanya selagi satu kuasa terulur untuk mengambil ponsel miliknya. Ia mematikan pengeras suara dan menaruhnya tepat di telinga;
ㅤ
ㅤ
“She said your Mom is looking for you. And... I don't know what happened, but, can you at least give me or Helsa a word if this 𝘷𝘰𝘪𝘤𝘦𝘮𝘢𝘪𝘭 gets to you? Please? I truly hope everything is alright and nothing bad happened.”
“That's all. Thank you.”
ㅤ
ㅤ
Januar hanya berharap si putra Danuwarsa itu dalam kondisi baik dan Arimbi tidak perlu khawatir. Tapi entahlah, ia akan coba menunggu dua jam lagi. Tidak lupa sehabis ini ia kabari Helsa dan berusaha menenangkannya agar si gadis tidak berlarut-larut
ㅤ
ㅤ
tabung dan meledak malam itu juga. “Nggak apa-apa... Bu?”
“Iya,” Arimbi tersenyum, jemarinya tergerak guna membelai surai hitam sang wira. “Semua yang ditahan itu enggak baik. Toh, Ibu juga seorang Ibu, seorang Mama. Senang pasti terima kasih sayang anak.”
ㅤ
Dan, aku kira kami akan kehilangan malaikat Tuhan——saat belum lama usia kandungan mencapai tujuh bulan, tetapi si kecil sudah harus terkena guncangan.
Sudah tiga minggu dia masuk inkubator dan dirawat di NICU. Ini pertama kalinya aku menggenggam bayi tanpa nama kami. Welcome. 💜
ㅤ
“Aku mau dimsum. Kamu mau jajan apa gitu, nggak?” tanyanya, menatap si sulung Danuwarsa. “Nanti habis dimsum, aku mau beli yang lain. Tapi beli dimsum dulu.”
:
@GUlTARTS
.
ㅤ
ㅤ
“Ditangisin aja, Nu. Enggak apa-apa, ada Ibu. Masih ada Ibu.” Januar mengangguk, merapatkan tubuhnya dan balas memeluk yang lebih tua. Arimbi tak peduli bajunya dibuat basah oleh air mata pilu Januar, dibiarkan ia keluarkan semua luka yang sudah lama
ㅤ
ㅤ
“I... ya, I can't do anything about it, Mas? Makanya aku jawab oke. Ya udah, kalau memang keputusan Bapak. Even if I cry, it won't make it any 𝘥𝘪𝘧𝘧𝘦𝘳𝘦𝘯𝘵. Kita udah lama nggak ketemu, I'm familiar with your absence. What makes it different?”
ㅤ
ㅤ
ia berubah tak terkendali.
Januar menyusuri rumah kediaman Danuwarsa, kakinya membawa dirinya menuju tangga dan berakhir pada teras rumah. Terduduk ia di sana, mata memandang pekarangan rumah yang terasa sepi baginya.
ㅤ
ㅤ
keinginan untuk menangis itu masih ada. Tapi entah mengapa, air matanya tak kunjung turun menyapa pipinya.
Tamparan itu masih teringat jelas di benak, mau seberapa banyak tegukan alkohol yang ia konsumsi, rasanya memori tersebut takkan pernah pudar dengan mudahnya.
ㅤ
ㅤ
“Kak, Mas Hessa is a 𝘴𝘵𝘰𝘯𝘦𝘳.” ucap Helsa dalam satu tarikan napas. Mendengarnya, Januar segera mengerjapkan mata beberapa kali dengan tubuh yang membeku.
“Come again?” Januar yakin ia salah dengar. Tapi, Helsa mengulang hal yang sama, “He’s a 𝘴𝘵𝘰𝘯𝘦𝘳.”
ㅤ
ㅤ
Adrian tersenyum pahit, menggelengkan kepalanya dengan tawa yang lagi-lagi terdengar remeh. “You always avoid conflicts like your mother, I see. So what? Are you going to leave after this like your mother did when she argued with your father?”
ㅤ
ㅤ
menjadi keramik.
“Kak, aku izin pulang duluan.” suara Kinar yang muncul sembari kepalanya menyembul dari arah pintu menangkap atensi Januar. Ia melirik jam dinding yang tergantung di atas sana, sudah pukul tujuh malam.
Lantas, ia mengangguk memberi izin. Tidak lupa
ㅤ